'

Ternyata kita sendiri penyebab stres..

Ternyata kita sendiri penyebab stres..

Halo semua bagaimana kabaarnya hari ini,...semoga dalam keadaan baik dan sehat wal afiat,,,,pada kesempatan yang baik ini saya mau share aja ya hiii,,,kita sama-sama tau bahwa pemerintah kita mulai hari ini tanggal 18 november 2014 telah menaikkan BBM khususnya bensin premium menjadi IDR8.500.
Ini jelas kenaikan yang tidak kita inginkan bersama.Tapi kita tetap khusnudzon berprasangka baik pada presiden terpilih kita yang akan memanfaatkan danatambahin untuk operasional pemerintahan 5 tahun mendatang demi kesejahteraan rakyat Indonesia tercinta.
Nah sebagai pribadi yang baik , bagaimana sikap kita?
Harus berfikir positif jangan stres......nah lo kenapa gara- gara BBM naik jadi stress heee nah ini saya dapat info dari pak Andrie Wongso mengenai penyebab stres....semoga bermanfaat 

Ada sejumlah stres yang penyebabnya justru kita sendiri. Faktornya bisa berat bisa ringan. Ada yang karena kemalasan kita, tetapi ada juga karena kesemberonoan kita. Bagaimana cara mengurangi atau menghilangkannya?

Setiap orang pasti mengalami masa-masa di mana dirinya merasa tertekan. Tentu saja masing-masing orang memiliki kadar ketertekanan tertentu. Begitupun cara mengatasinya. Ada yang mampu mengatasinya sendiri. Tak sedikit yang kesulitan sehingga ketertekanan itu berubah menjadi stres.

Untuk mengatasi stres, sejumlah ahli menyarankan agar kita menelusuri apa penyebab stres itu. Menariknya, tak sedikit stres yang justru penyebabnya adalah diri kita sendiri. Apa saja faktor yang menyebabkan kita stres oleh ulah kita sendiri?

Tak perlu berlebihan


Kita sering kali memberikan sesuatu lebih besar dari kebutuhan yang sebenarnya. Harapannya, dengan memberikan perlakuan lebih kita akan mendapat balasan (imbalan) yang lebih pula. Padahal tak selamanya seperti itu. 

Kondisi ini lebih mudah “menghitungnya” dalam bidang ekonomi dan bisnis. Saat kita menghadapi satu pekerjaan atau mitra bisnis atau staf, kita mungkin memberikan perlakuan atau pelayanan yang sedikit melebihi kewajaran. Mungkin harapannya, dengan perlakuan yang berlebih itu kita akan mendapatkan sesuatu atau hasil pekerjaan yang jauh lebih baik dari standar yang ada. Namun seringkali, apa yang kita lakukan melebihi apa yang semestinya. Karena sehebat apa pun tindakan yang kita berikan hasil akan segitu-segitu saja. Akibatnya, kita kecewa karena hasilnya tidak sepadan dengan harapan.

Untuk mengatasi ini kita harus mampu memperhitungkan sejauh mana hasil yang bisa kita dapat dari sesuatu yang kita kerjakan atau berikan. Sehingga kita tak akan memboroskan tenaga dan sumber daya lain untuk mengejar harapan yang tak jelas. Misalnya, harga suatu produk yang akan kita jual di pasaran kisaran maksimalnya Rp1 juta. Karena kita berharap harganya naik menjadi Rp2 juta, maka kita mati-matian melakukan sesuatu. Misalnya sampai memasang iklan kolom segala. Dalam perhitungan kita, makin baik tindakan yang kita lakukan, harga akan otomatis naik. Makin banyak yang menawar makin baik harganya.

Dalam kasus tertentu mungkin benar (misalnya barang seni). Tetapi untuk produk yang harganya diketahui umum (misalnya barang konsumsi), promosi hanya akan mempercepat proses penjualan, tapi tidak menaikkan harga. Karena itu jika ini dilakukan, sumber daya yang sudah kita korbankan jadi sia-sia. Alih-alih mendapat untung, kita malah stres karena kecewa. 

Pelajari cara mentransfer kepercayaan


Jika seseorang ingin dipercaya ia harus menjalani sendiri hal yang membuat orang lain percaya pada kita. Itu yang dikemukakan Stephen Covey. Orang tak mungkin percaya jika mereka tak yakin kita pernah merasakan atau mengalami hal tersebut. Lalu bagaimana kita harus percaya pada orang lain, sedangkan orang tersebut baru kita kenal? Kondisi ini sering membuat stres. Misalnya, saat kita menerima karyawan baru, meski kualifikasinya sesuai harapan tetap meragukannya. Kita tak berani menyerahkan satu pekerjaan yang kita anggap penting karena berisiko. Kita merasa hanya kita sendiri yang mampu mengerjakan pekerjaan itu dengan sempurna. Akibatnya, kita kerepotan dengan beban tugas kita yang makin tinggi karena tak berani mendelegasikannya pada orang lain. Akibatnya, stres.

Sebenarnya, memberikan kepercayaan pada karyawan baru tetapi ternyata kemudian ia gagal, tak akan menjadi soal selama itu sudah kita perhitungkan tingkat keburukannya (akibat kegagalan itu). Malah kegagalan yang dialami si karyawan itu akan menjadi pelajaran yang efektif bagi yang bersangkutan sehingga di kemudian hari ia akan lebih baik lagi melakukannya. Ini salah satu contoh dari proses transfer kepercayaan itu.

Pahami efisiensi


Sering kali kita melihat, ada orang yang berkutat di depan komputernya hanya menjawab email-email yang tak penting. Meski tampak sepele pekerjaan ringan itu ribet karena jumlahnya banyak sehingga membuatnya stres. Akan tetapi ia tetap melakukannya hingga berjam-jam lamanya karena merasa itu memang tugasnya. Padahal ada teknik mudah yang bisa dilakukan. Misalnya, pertanyaan yang sama cukup dijawab sekali namun di-forward ke banyak orang (yang pertanyaannya sama atau relevan). Sehingga ia tak perlu menjawab setiap email.

Selain itu, kerap kali seseorang stres karena tak memahami skala prioritas. Setiap pekerjaan dikerjakan berurutan. Akibatnya, belum selesai yang satu, datang lagi pekerjaan berikut. Padahal belum tentu pekerjaan yang datang lebih dulu lebih penting dari yang belakangan. Malah, bisa saja terjadi, pekerjaan yang datang belakangan membuat pekerjaan pertama tak perlu dilakukan.

Dengan skala prioritas, seseorang bisa menghindari pekerjaan yang tak efisien itu.

Cari orang yang akan membantu kita


Sering kali, target yang ingin kita capai tak bisa kita kerjakan sendiri. Artinya kita butuh bantuan orang lain untuk melakukannya. Siapa partner yang pantas kita ajak serta? Ini tidak mudah. Bahkan kerap bak buah simalakama. Jika kita mencari partner dari keluarga atau teman sendiri, takut itu justru akan memperkeruh suasana karena kita berharap ini dilakukan diam-diam. Jika melibatkan orang lain, kita tak yakin mereka bisa membantu kita. Jangan-jangan, alih-alih membantu kita yang terjadi justru membebani kita. Kondisi ini akan membuat kita stres.

Karena itu, agar semuanya berjalan lancar kita perlu mempertimbangkan baik-baik siapa yang akan diajak serta. Pengetahuan yang dalam mengenai calon partner itu akan membantu kita menemukan orang yang tepat.

Tetap jaga sesuai jangkauan


Suatu kali kita menemukan sesuatu atau menghadapi sesuatu yang menyenangkan. Karena bahagia, kita segera berbagi cerita ke banyak orang. Apalagi sekarang banyak saluran yang bisa dijadikan alat untuk menginformasikan kebahagiaan kita tersebut seperti melalui internet (Facebook, Twitter, dll). Namun ternyata, setelah banyak orang tahu, kita justru tak bahagia bahkan tertekan.

Banyak kisah yang diawali dari kecerobohan atau kurang pertimbangan seperti itu berujung petaka. Kisah remaja Jerman yang mengundang teman-temannya melalui Facebook ke pesta ulang tahunnya yang ke-16 beberapa waktu lalu, misalnya. Dalam pikirannya mungkin undangan itu hanya dibaca teman-teman dekatnya yang jumlahnya belasan. Ternyata ada ribuan orang yang membaca dan sebanyak 15.000 di antaranya mengonfirmasikan akan hadir.

Di hari H, ada 1500 orang yang datang ke rumahnya dengan berbagai hadiah ulang tahun di tangan. Jumlah orang yang hadir sebanyak itu membuat kekacauan di depan rumahnya. Seratusan polisi dikerahkan dan belasan orang diamankan karena membuat ulah yang tak pantas. Si gadis sendiri, pergi bersembunyi di rumah kakeknya karena stres menghadapi kenyataan itu.

Stres semacam itu dibuat sendiri oleh kita sendiri karena ketidaktahuan atau kelalaian kita. Untuk mencegahnya kita harus lebih taktis bertindak, lebih arif berlaku, dan lebih pintarmenangani sesuatu kendati pun tampak sepele.



Ternyata kita sendiri penyebab stres.. Ternyata kita sendiri penyebab stres.. Reviewed by kipas ac on 04.57 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.